Jika dia menjadi dewasa.. mungkin dia akan menuliskan kata-kata yang kini kutulis…
Untuk kedua orangtuaku..
Ibu,
apa kabar? Kau berada dimana kini bu? Banyak yang bilang padaku,
katanya mataku ini sungguh mirip dengan ibu, senyumku mengingatkan
orang-orang pada senyum ibu. Mereka bilang ibu cantik, dan aku cukup
beruntung mewarisi kecantikan ibu. Ibu pasti ingat, beberapa belas tahun
yang lalu saat umurku masih 4 tahun, ibu memutuskan untuk meninggalkan
aku dan Ayah entah karena apa. Ibu tahu tidak? selama itupula aku tumbuh
bagai seorang pengemis yang mengharap belas kasihan dari siapapun yang
pernah mengenal Ibu. Aku tidak meminta apa-apa bu dari mereka, tapi
mereka selalu saja terharu melihatku sendirian meracau tanpa beban
didepan mereka… aku bernyanyi.. aku bercerita…seolah aku dibesarkan oleh
seorang wanita pintar yang selalu ada disisiku memantau pertumbuhan
putri satu-satunya, mereka memberiku pakaian, susu, makanan, mainan,
hingga kasih sayang berlimpah yang tak pernah kudapat sebelumnya darimu.
Ibu, diatas segala tanggung jawab yang kau abaikan untukku… aku masih
sangat mencintai ibu, sosok ibu begitu suci dibenakku. Aku yakin ibu
akan kembali pulang mengembalikan beberapa tahun hidupku yang hilang
tanpa keberadaanmu..
Ayah,
mataku selalu berkaca-kaca setiap melihat wajahmu yang terlihat semakin
dipenuhi beban. Ingin rasanya memelukmu setiap saat mengatakan “kau
tidak usah khawatir ayah, ada aku disini yang menemanimu saat kau mulai
kehilangan arah..”. Kepergian Ibu yang begitu mendadak memukulmu begitu
keras, apalagi saat kau tahu bahwa aku ditinggalkan oleh ibu untuk
dibesarkan olehmu saja sendirian. Kau memang jarang sekali meluangkan
waktumu untukku, saat Ibu masih ada pun kau selalu pulang larut mengais
rejeki untuk menghidupi keluarga kecilmu, tapi kau adalah orang yang
sangat menyenangkan karena disisa waktu sibukmu kau selalu menyempatkan
diri untuk mengajakku bermain dan jalan-jalan ke tempat yang selalu saja
bisa membuatku tertawa dengan begitu bahagia. Kepergian ibu merubahmu
menjadi orang yang sangat berbeda, Ayah tahu tidak? Aku masih ingat
bagaimana kumenangis histeris berteriak memanggil namamu saat kau
menitipkanku pada saudaramu untuk menjaga dan membesarkanku, rasanya
luka hatiku masih menganga karena kehilangan ibu, dan semakin menganga
karena ternyata satu-satunya harapanku untuk bergantung tak juga
menginginkan aku.
Ibu…
Ayah? Aku ingin menanyakan satu hal kepada kalian berdua, sebenarnya
terbuat dari apakah aku? Sepertinya aku pernah melihat sesuatu yang
mereka bilang “cinta” dimata kalian, aku pernah yakin pada diriku bahwa
kalian membuatku atas dasar sebuah cinta yang mendambakan kesempurnaan
dengan mendatangkanku ke dunia. Namun kini aku tak terlalu yakin….
Mungkin aku hanyalah pengganggu di hidup kalian, aku hanyalah putri yang
tak terlalu tega untuk kalian enyahkan, mungkin aku
adalah penghancur kesempurnaan yang sebelumnya pernah kalian ciptakan.
Ibu, ayah… saat ini perasaanku berkata bahwa ini sama saja, rasanya
seperti anak yang tak pernah kalian harapkan, rasanya sama seperti
dienyahkan.
Ibu,
kau tak hanya meninggalkan tanggungjawab atas diriku yang seharusnya
kau penuhi, namun kau juga meninggalkan beban yang kini harus
kutanggung. Mereka yang tak begitu mengenalku berkata, “dasar anak
pelacur”. Sebenarnya apa maksud mereka bu? Ingin sekali aku marah dan
berteriak membela ibuku yang mereka sebut pelacur, namun aku tak
mengenal ibu sehingga aku takut mereka benar. Kuabaikan semua perkataan
miring tentang ibu, aku tak peduli dan tetap merindukan sosokmu mesti
hatiku selalu sakit setiap mendengar mereka mulai menjelekkanku karena
terlahir dari rahimmu, aku bisa melewatinya bu… aku bisa melanjutkan
hidupku meski telingaku sakit mendengar banyak cacian yang keluar dari
mulut mereka. Bu, aku bertemu seorang laki-laki baik hati yang mengaku
sangat mencintaiku hingga ingin menjadikanku pendamping hidupnya, aku
begitu mencintainya. Ingin sekali kukenalkan dia yang sangat kucintai
kepada ibu, dia mendatangkan banyak sekali kebahagian didalam hidupku,
berterimakasihlah padanya bu, karena dia mampu membuatku mensyukuri
hidupku yang ternyata indah meski tanpa kehadiran Ibu… dan Ayah. Tapi
kebahagiaanku lagi-lagi hanya sekejap kurasakan, karena orangtua
kekasihku tak menyetujui hubungan kami berdua, wajahku yang sangat mirip
denganmu membuat mereka bertanya-tanya anak siapakah aku? Mengejutkan,
mereka mengenalmu bu.. dan dimata mereka, ibu sama buruknya seperti yang
orang lain bilang. Bu, sebenarnya kau ini siapa? Kenapa harus aku yang
menanggung beban ini? Kenapa kau tak datang saja sesaat padaku dan
ceritakan tentang siapa dirimu, sehingga aku tak kebingungan atas beban
yang tak pernah kumengerti.
Ayah,
kau tak pernah kembali…. Kau dan ibu sama saja, padahal sempat
kuberharap banyak padamu. Kau melewatkan banyak sekali momen penting
yang mungkin akan membuatmu bangga telah menjadi ayahku, kau wariskan
kecerdasanmu hingga aku tak usah bersusah payah banting tulang membiayai
pendidikanku karena kudapatkan beasiswa pemerintah untuk memenuhi
pendidikan sampai tingkat sarjana. Kudengar kabarangin katanya kau sudah
memiliki keluarga baru jauh diluar pulau, mengapa tak kaukenalkan
mereka padaku Ayah? Aku ingin sekali memiliki adik, aku janji akan
menyayangi adik dan ibu baruku seandainya kau mengijinkanku untuk
menjadi bagian dari hidup barumu. Jangankan mengajakku hidup denganmu,
mengabariku saja sepertinya tak terbersit di kepalamu. Ayah tahukah kau
kalau dulu aku kehilangan arah mencari dimana dirimu? Aku adalah anak
perempuan yang selayaknya menikah dibawah restumu, kau wajib menjadi
saksi pernikahanku, dan aku tak tahu keberadaanmu… aku mencarimu
kemanapun namun tak menemukan suatu titik cerah. Akhirnya kutemukan
kabar tentangmu, namun kabar itu beriringan dengan putusnya tali cintaku
karena hubungan kami tak direstui orangtua kekasihku. Aku tidak perlu
lagi mencarimu, begitu sakit hati ini atas kehilangan cinta yang sempat
membuatku merasa hidup.. dan kini kuputuskan, aku memang tak layak
bahagia, aku tak layak memiliki keluarga, selamanya harus seperti itu. Terimakasih Ayah, akhirnya kau tanamkan kebencian di diriku, begitu dalam padamu.
Ibu… Ayah…
Terimakasih
telah menghadirkanku kedunia yang begitu pelik, terimakasih telah
menceburkanku ke dalam prahara hidup kalian berdua, bagaimanapun
buruknya kalian dimataku… aku tetap darah daging kalian. Dimanapun
kalian berada, kuyakin kini kalian sudah mulai renta dan menua, jaga
kondisi kesehatan kalian, ijinkan aku meminta maaf pada kalian karena
aku bukan anak baik yang bisa menjaga kalian.
Entah kalian masih ingat nama ini atau tidak…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar